KEMATANGAN BERAGAMA
DIAJUKAN SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENGIKUTI UJIAN SEMESTER, PRODI :
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEMESTER VI MATA KULIAH :
PSIKOLOGI AGAMA
DOSEN : Drs. SYAMSUL BAHRI. M.Pd
DISUSUN OLEH :
INNA KURNIASIH
1204.08.2905 / 1.08.3137
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MIFTAHUL ULUM
TANJUNGPINANG TAHUN 2011
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam yang telah melimpahkan Taufik Hidayah serta Inayah Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan tugas mata kuliah PIKOLOGI AGAMA, Dengan judul “KEMATANGAN BERAGAMA.”
Shalawat beriring salam Penulis kirimkan kepada Junjungan Alam Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah membimbing dan menuntun umatnya dari alam kegelapan yang penuh dengan kejahiliaan mengarah ke alam kejayaan dan kemajuan yang penuh dengan pengetahuan.
Tidak lupa kami haturkan terimakasih kami kepada Bapak Dosen pembimbing, yaitu Bapak Drs. SYAMSUL BAHRI. M. Pd, yang mana telah memberikan motivasi kepada kami, baik secara fisik maupun rohani dalam perkuliahan di kampus STAI MIFTAHUL ULUM ini.
Semoga penulisan ini dapat berguna atau bermanfaat bagi kita, amin.
Tanjungpinang, Juni 2011
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…..…………………………...............................................i
DAFTAR ISI………………………………….......................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang………………...………..............................................1
B. Rumusan masalah…….....................………………………………...1
C. Batasan masalah……………………………………………………..2
BAB II KEMATANGAN BERAGAMA...............................................................3
A. Pengertian Kematangan beragama......................................................3
B. Faktor yang mempengaruhi perkembangan kepribadian manusia......3
C. Mistisisme dan psikologi agama.........................................................5
BAB III PENUTUP…………………...……………….…………...…………...…6
A. Kesimpulan….…………………………………………………........6
B. Saran………………………………………………………………....6
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagaimana diketahui dalam perkembangan manusia, manusia mengalami dua macam perkembangan yaitu perkembangan jasmani dan perkembangan rohani. Perkembangan jasmani diukur berdasarkan umur kronologis, puncak perkembangan jasmani yang dicapai manusia disebut kedewasaan. Sebaliknya perkembangan rohani diukur berdasarkan tingkat kemampuan (Abilitas), pencapaian tingkat abilitas tertentu bagi perkembangan rohani disebut istilah kematangan (Maturity).
Dalam makalah ini kami mencoba untuk memaparkan criteria orang yang matang beragama yang erat kaitannya dengan perkembangan manusia yang semua itu kami jelaskan dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah sebagaimana diurai di atas maka penulis menyusun rumusan masalah yakni sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pengertian dari kematangan beragama ?
2. Bagaimanakah Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Kepribadian Manusia ?
3. Bagaimanakah pengertian dari Mistisisme Dan Psikologi Agama?
C. Batasan Masalah
Bertitik tolak pada rumusan masalah di atas maka perumusan tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui pengertian dari kematangan beragama.
2. Mengetahui Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Kepribadian Manusia.
3. Mengetahui pengertian dari Mistisisme Dan Psikologi Agama.
BAB II
KEMATANGAN BERAGAMA
A. Pengertian Kematangan Beragama
Manusia mengalami dua macam perkembangan yaitu perkembangan jasmani dan rohani. Perkembangan jasmani diukur berdasarkan umur kronologis. Puncak perkembangan jasmani yang dicapai manusia disebut kedewasaan, sebaliknya perkembangan rohani diukur berdasarkan tingkat kemampuan (Abilitas). Pencapaian tingkat abilitas tertentu bagi perkembangan rohani disebut istilah kematangan (Maturity).
Kemampuan seseorang untuk mengenali atau memahami nilai agama yang terletak pada nilai-nilai luhurnya serta menjadikan nilai-nilai dalam bersikap dan bertingkah laku merupakan ciri dari kematanan beragama, jadi kematangan beragama terlihat dari kemampuan seseorang untuk memahami, menghayati serta mengaplikasikan nilai-nilai luhur agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari. Ia menganut suatu agama karena menurut keyakinannya agama tersebutlah yang terbaik. Karena itu ia berusaha menjadi penganut yang baik, keyakinan itu ditampilkannya dalam sikap dan tingkah laku keagamaan yang mencerminkan ketaatan terhadap agamanya.
B. Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Kepribadian Manusia.
Seperti halnya yang telah dijelaskan diatas dalam tingkat perkembangan yang dicapai diusia anak-anak, maka kedewasaan jasmani belum tentu berkembang setara dengan perkembangan rohani. Secara normal memang seorang yang sudah mencapai tingkat kedewasaan akan memiliki pola kematangan rohani seperti kematangan berpikir, kematangan pribadi maupun kematangan emosi. Tetapi perimbangan antara kedewasaan jasmani dan kematangan rohani ini ada kalanya tidak berjalan sejajar. Secara fisik (jasmani) seseorang mungkin sudah dewasa, tetapi secara rohani ia ternyata belum matang.
Keterlambatan pencapaian kematangan rohani ini menurut ahli psikokogi pendidikan sebagai keterlambatan dalam perkembangan kepribadian. Factor-faktor ini menurut Dr.Singgih D. Gunarsa dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: factor yang terdapat pada diri anak dan factor yang berasal dari lingkungan.
Adapun factor intern anak itu yang dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian adalah: konstitusi tubuh, struktur dan keadaan fisik, koordinasi motorik, kemampuan mental dan bakat khusus (intelegensi tinggi, hambatan mental, bakat khusus), emosionalitas. Semua factor intern ini ikut mempengaruhi terlambat tidaknya perkembangan kepribadian seseorang.
Selanjutnya yang termasuk pengaruh factor lingkungan adalah: keluarga, sekolah (Singgih D.Gunarta: 88-96). Selain itu ada factor lain yang juga mempengaruhi perkembangan kepribadian seseorang yaitu kebudayaan tempat dimana seseorang itu dibesarkan. Kebudayaan turut mempengaruhi pembentukan pola tingkah laku serta berperan dalam pembentukan kepribadian. Kebudayaan yang menekankan pada norma yang didasarkan kepada nilai-nilai luhur seperti kejujuran, loyalitas, kerja sama bagaimanapun akan memberi pengaruh dalam pembentukan pola dan sikap yang merupakan unsur dalam kepribadian seseorang. Demikian pula halnya dengan kematangan beragama.
Dalam kehidupan tak jarang dijumpai mereka yang taat beragama itu dilatar belakangi oleh berbagai pengalaman agama serta type kepribadian masing-masing. Kondisi seperti ini menurut temuan psikologi agama mempengaruhi sikap keagamaan seseorang. Dengan demikian pengaruh tersebut secara umum memberi ciri-ciri tersendiri dalam sikap keberagamaan masing-masing.
C. Mistisisme Dan Psikologi Agama
Menurut Prof. Harun Nasution dalam tulisan Orientalis Barat, mistisisme yang dalam islam adalah tasyawuf disebut sufisme, sebutan ini tidak dikenal dalam agama-agama lain, melainkan khusus untuk sebutan mistisisme islam (Harun Nasution: 56). Sebagaimana halnya mistisisme, tasyawuf atau sufisme mempunyai tujuan memperoleh hubungan langsung dan disadari dengan Tuhan, sehingga disadari benar bahwa seseorang berada dihadirat Tuhan. Intisarinya adalah kesadaran akan adanya komunikasi dan dialog antara ruh manusia dengan Tuhan dengan mengasingkan diri dan berkontemplasi (Harun Nasution: 56). Kesadaran berada dekat Tuhan itu dapat mengambil bentuk ijtihad, bersatu dengan Tuhan.
Ciri khas Mistisisme yang pertama kali menarik para ahli psikologi agama adalah kenyataan bahwa pengalaman-pengalaman mistik atau perubahan-perubahan kesadaran yang mencapai puncaknya dalam kondisi yang digambarkannya sebagai kemanunggalan. Kondisi ini digambarkan oleh mereka yang mengalami hal itu dirasakan sebagai pengalaman menyatu dengan Tuhan.
Mistisisme dalam kajian psikologi agama dilihat dari hubungan sikap dan perilaku agama dengan gejala kejiwaan yang melatar belakanginya. Jadi bukan dilihat dari absah tidaknya mistisisme itu berdasarkan pandangan agama masing-masing. Dengan demikian mistisisme menurut pandangan psikologi agama hanya terbatas pada upaya untuk mempelajari gejala-gejala kejiwaan tertentu yang terdapat pada tokoh-tokoh mistik, tanpa harus mempermasalahkan agama yang mereka anut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Berasarkan pembahasan pada uraian diatas maka dapat diambil suatu kesimpulan tentang criteria orang yang matang beragama, dalam hal ini akan terjawab masalah tersebut dengan terlebih dahulu memahami: pengertian matang beragama, factor yang mempengaruhi perkembangan kepribadian manusia, ciri-ciri dan sikap keberagamaan, mistisisme dan agama.
Keyakinan itu ditampilkan dalam sikap dan tingkah laku keagamaan yang mencerminkan ketaatan terhadap agamanya. Secara normal memang seorang yang sudah mencapai tingkat kedewasaan akan memiliki pola kematangan rohani seperti kematangan berfikir, kematangan kepribadian maupun kematangan emosi, tetapi perimbangan antara kedewasaan jasmani dan kematangan rohani ini ada kalanya tidak berjalan sejajar, secara fisik (jasmani) seseorang mungkin sudah dewasa, tetapi secara rohani ternyata ia belum matang.
B. Saran.
Kematangan beragama akan terlihat dari kemampuan seseorang dalam memahami, menghayati, serta mengaplikasikan nilai-nilai luhur agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang menganut suatu agama karena menurut keyakinannya agama tersebutlah yang terbaik, karena itu ia berusaha menjadi penganut yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
H. Jalaludin, Prof. Dr, Psikologi Agama Edisi Refisi 2002, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.
H. Ramayulis, Prof. Dr, Pengantar Psikologi Agama, Kalam Mulia, Jakarta, 2002.
Nasution Harun, Filsafat Mistisisme Dalam Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1973.
Tafsir Ahmad, Prof. Dr, Filsafat Ilmu, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar