PEMBUKA

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM

Sabtu, 09 Juli 2011

TAKE HOME PSIKOLOGI AGAMA

1. Pengaruh Agama Terhadap yang Sehat dan Sakit Mental
Agama tampaknya memang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.Zakiah Daradjat (1995:78) menuturkan, pelaksanaan agama dalam kehidupan sehari-hari dapat membentengi seseorang dari sakit mental dan dapat pula mengembalikan jiwa bagi orang yang gelisah.Karena kegelisan dan kecemasan yang tidak berujung pangkal itu pada umumnya berakar dari ketidak puasan dan kekecewaan, sedangkan agama dapat menolong seseorang untuk menerima kekecewaan. Sementara dengan jalan memohon ridha Allah dan terbayangkan kebahagian yang akan dirasakan di kemudian hari.
Semakin dekat seseorang dengan Tuhan, semakin banyak ibadahnya, maka akan semakin tentramlah jiwanya serta semakin mampu menghadapi kekecewaan dan kesukaran dalam hidup dan sebaliknya. Dan semakin jauh seseorang dari agama, akan semakin sulit baginya untuk memperoleh ketentraman hidup.
Artinya: 30. Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui[1168],
Agama sebagai terapi kesehatan mental dalam islam sudah ditunjukkan secara jelas dalam ayat-ayat Al-Quran, di antaranya yang membahas tentang ketenangan dan kebahagiaan adalah (QS An Nahl 16:97)
Artinya : 97. Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik[839] dan Sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang Telah mereka kerjakan. [839] Ditekankan dalam ayat Ini bahwa laki-laki dan perempuan dalam Islam mendapat pahala yang sama dan bahwa amal saleh harus disertai iman. (QS Ar Ra’ad 13:28)
Penanggulangan penyakit mental ini, dalam islam baik dari sisi pencegahan dan pegobatannya tidak dikenal secara khusus, sebab penanggulangan tersebut terangkum dalam perilaku ibadah keseharian.
2. Pertumbuhan dan perkembangan agama pada masa remaja.
Pelaksanaan pendidikan agama yang diberikan bukan hanya menjadikan manusia yang pintar dan trampil, akan tetapi jauh daripada itu adalah untuk menjadikan manusia yang memiliki moral dan akhlakul karimah. Dengan moral dan akhlakul karimah yang dimilikinya akan mampu mengarahkan minatnya untuk terus belajar mencari ilmu.
Pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik tetapi maksudnya adalah mendidik akhlak dan jiwa mereka, dengan kesopanan yang tinggi, rasa fadilah (keutamaan), mempersiapkan mereka untuk kehidupan yang seluruhnya ikhlas dan jujur.
Adapun tujuan pendidikan Islam itu tidak terlepas dari tujuan nasional yang menciptakan manusia Indonesia seutuhnya, seimbang kehidupan duniawi dan akhirat. Dalam al-Qur’an dikatakan bahwa manusia itu diciptakan untuk mengabdi kepada Allah Swt. Hal ini terdapat dalam Al-qur’an Surat Adz-zariyat : 56, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka menyembah-Ku”.
Pendidikan agama yang menyajikan kerangka moral sehingga seseorang dapat dapat membandingkan tingkah lakunya. Pendidikan agama yang terarah dapat menstabilkan dan menerangkan mengapa dan untuk apa seseorang berada di dunia ini. Pendidikan agama menawarkan perlindungan dan rasa aman, khususnya bagi para siswa dalam menghadapi lingkungannya.
Pemerintah seharusnya sangat aktif melihat kondisi Madrasah tempat menanamkan dasar ilmu-ilmu agama ini. Selama ini, terkesan pemerintah memandang sebelah mata yang berakibat masyarakat juga menganggap sepele terhadap Madrasah. Seandainya pemerintah punya kebijakan bahwa anak-anak SD wajib mengikuti pendidikan agama di Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA) tentu kondisinya akan berbeda. Apalagi kebijakan itu dilanjutkan dengan bahwa alumni SD yang hendak memasuki SMP wajib menyertakan sertifikat kelulusan dari MDA akan lebih berbeda lagi kondisinya. Namun pelajaran agama bukan berarti hanya diberikan pada saat usia dini saja tapi continue hingga akhir hidup karena pelajaran agama merupakan pelajaran seumur hidup bagi kita.
Intinya, pembekalan sejak dini ilmu agama terhadap anak-anak sangat signifikan. Pendidikan agama mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam meminimalisir dekadensi moral anak-anak hari ini.
3.Pertumbuhan dan perkembangan agama pada masa dewasa.
Sejalan dengan tingkat perkembangan usianya, maka Pertumbuhan dan perkembangan pada orang dewasa antara lain memiliki ciri sebagai berikut:
a. Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang, bukan sekedar ikut-ikutan.
b. Cenderung bersifat realitas, sehinggga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku.
c. Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama, dan berusaha untuk mempelajari dan memperdalam pemahaman keagamaan.
d. Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab diri hingga sikap keberagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup.
e. Bersikap lebih terbuka dan wawasan yang lebih luas.
f. Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama selain didasarkan atas pertimbangan pikiran, juga didasarkan atas pertimbangan hati nurani.
g. Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-masing, sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami serta melaksanakan ajaran agama yang diyakininya.
h. Terlihat adanya hubungan antar sikap keberagamaan dengan kehidupan sosial, sehingga perhatian terhadap kepentingan organisasi sosial keagamaan sudah berkembang.
4. Manusia matang dalam beragama.
Manusia mengalami dua macam perkembangan yaitu perkembangan jasmani dan rohani. Perkembangan jasmani diukur berdasarkan umur kronologis. Puncak perkembangan jasmani yang dicapai manusia disebut kedewasaan, sebaliknya perkembangan rohani diukur berdasarkan tingkat kemampuan (Abilitas). Pencapaian tingkat abilitas tertentu bagi perkembangan rohani disebut istilah kematangan (Maturity).
Kematangan beragama terlihat dari kemampuan seseorang untuk memahami, menghayati serta mengaplikasikan nilai-nilai luhur agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari. Ia menganut suatu agama karena menurut keyakinannya agama tersebutlah yang terbaik. Karena itu ia berusaha menjadi penganut yang baik, keyakinan itu ditampilkannya dalam sikap dan tingkah laku keagamaan yang mencerminkan ketaatan terhadap agamanya.
5.Faktor dan ciri-ciri yang mempengaruhi manusia dalam beragama.
Factor-faktor ini menurut Dr.Singgih D. Gunarsa dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: factor yang terdapat pada diri anak dan factor yang berasal dari lingkungan.
Adapun factor intern anak itu yang dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian adalah: konstitusi tubuh, struktur dan keadaan fisik, koordinasi motorik, kemampuan mental dan bakat khusus (intelegensi tinggi, hambatan mental, bakat khusus), emosionalitas. Semua factor intern ini ikut mempengaruhi terlambat tidaknya perkembangan kepribadian seseorang.
Selanjutnya yang termasuk pengaruh factor lingkungan adalah: keluarga, sekolah (Singgih D.Gunarta: 88-96). Selain itu ada factor lain yang juga mempengaruhi perkembangan kepribadian seseorang yaitu kebudayaan tempat dimana seseorang itu dibesarkan. Kebudayaan turut mempengaruhi pembentukan pola tingkah laku serta berperan dalam pembentukan kepribadian.
Dalam kehidupan tak jarang dijumpai mereka yang taat beragama itu dilatar belakangi oleh berbagai pengalaman agama serta type kepribadian masing-masing. Kondisi seperti ini menurut temuan psikologi agama mempengaruhi sikap keagamaan seseorang. Dengan demikian pengaruh tersebut secara umum memberi ciri-ciri tersendiri dalam sikap keberagamaan masing-masing.
REFERENSI:
Prof. Dr. H. Jalaludin. Psikologi Agama, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007

Zakiah Daradjat, 1995, Kesehatan Mental, Gunung Agung.

Sururin, M.Ag. Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004

Tidak ada komentar:

Posting Komentar