PEMBUKA

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM

Senin, 22 November 2010

JAMALUDIN AL AFGANI DAN ANALISIS SWOTNYA.

BAB I
PENDAHULUAN
Abad ke 19 hingga abad ke 20 merupakan suatu momentum dimana umat Islam memasuki suatu gerbang baru, gerbang pembaharuan. Fase ini kerap disebut sebagai abad modernisme, suatu abad dimana umat diperhadapkan dengan kenyataan bahwa Barat jauh mengungguli mereka. Keadaan ini membuat berbagai respon bermunculan, berbagai kalangan Islam merespon dengan cara yang berbeda berdasarkan pada corak keislaman mereka. Ada yang merespon dengan sikap akomodatif dan mengakui bahwa memang umat sedang terpuruk dan harus mengikuti bangsa Barat agar dapat bangkit dari keterpurukan itu. Ada pula yang merespon dengan menolak apapun yang datang dari Barat sebab mereka beranggapan bahwa itu diluar Islam. Kalangan ini menyakini Islamlah yang terbaik dan umat harus kembali pada dasar-dasar wahyu, kalangan ini kerap disebut dengan kaum revivalis. Berbagai nama tokoh pun segera tampil dalam ingatan ketika disebutkan tentang abad modernisme Islam yang ditandai dengan dominasi Eropa ini. Dominasi Eropa atas dunia Islam, khususnya di bidang politik dan pemikiran ini ditanggapi dengan beragam cara sehingga melahirkan kalangan modernis dan fundamentalis. Modernisme cenderung akomodatif terhadap ide Barat meskipun kemudian mengembangkan sendiri ide-ide tersebut, sedangkan fundamentalisme menganggap apa–apa yang datang dari Barat adalah bukan berasal dari Islam dan tak layak untuk diambil. Fundamentalisme merupakan suatu paham yang lahir atau besar setelah fase modernisme.
Berbicara abad pembaharuan dalam Islam, maka tak lepas dari seorang tokoh yang merupakan sosok penting dalam pembaharuan Islam, al-Afghani, seorang pembaharu yang memiliki keunikan, kekhasan, dan misterinya sendiri. Berangkat dari pembagian corak keIslaman di atas, Afghani menempati posisi yang unik dalam menanggapi dominasi Barat terhadap Islam. Di satu sisi, Afghani sangat moderat dengan mengakomodasi ide-ide yang datang dari Barat, ini dilakukannya demi memperbaiki kemerosotan umat. Namun di lain sisi, Afghani tampil begitu keras ketika itu berkenaan dengan masalah kebangsaan atau mengenai hal-hal yang berkaitan dengan keIslaman. Alhasil Afghani memijakkan kedua kakinya di dua sisi berbeda, ia seorang modernis tapi juga fundamentalis. Agaknya tepat apa yang dikatakan Black bahwa afghani adalah puncak dari kalangan modernis dan fondasi bagi kalangan fundamentalis. Pada makalah sederhana ini kami akan paparkan sedikit tentang Afghani, hal yang berkenaan dengan jati diri beliau, sekilas pemikiran beliau, kiprah politik, dan hal lain yang serba sedikit sebab makalah ini tak cukup representativ jika harus mewakili keseluruhan pemikiran dan sepak terjang beliau yang begitu fenomenal.











BAB II
Jamaluddin Al-Afghani dan Pembaharuan dalam Islam
A. Tentang Al-Afghani
Jamaluddin al-Afghani adalah seorang pemimpin pembaharuan dalam Islam yang tempat tinggal dan aktivitasnya berpindah dari suatu negara Islam ke Negara Islam lain. Pengaruh terbesar ditinggalkan di Mesir dan oleh karena itu bukanlah tidak pada tempatnya kalau uraian mengenai pemikiran dan aktivitasnya dimasukan ke dalam bagian tentang pembaharuan di Mesir.
Afghani dilahirkan di As’adabad dekat Qanar di daerah Kabul Afghanistan pada tahun 1838 M. Namun juga ada yang mengatakan ia lahir di As’adabad dekat Hamdan di Persia. Jamaluddin al-Afghani lahir sebagai seorang pembaharu dalam dunia Islam. Ia adalah anak dari sayyid Safder yang memiliki hubungan darah dengan seorang perawi hadist terkenal, Imam at-Tirmidzi yang selanjutnya terhubung dengan sayyidina Ali bin Abi Thalib. Masa remajanya banyak ia habiskan di Afghansitan. Ia adalah anak yang cerdas. Sejak umurnya 12 tahun ia telah hafal al-Qur`an, kemudian saat usianya menginjak 18 tahun ia sudah mendalami berbagai bidang ilmu keislaman dan ilmu umum. Al-Afghani dikenal sebagai orang yang menghabiskan hidupnya hanya demi kemajuan islam. Ia rela beranjak dari suatu negara ke negara lainnya demi menyuarakan pemikiran-pemikiran revolusionernya, tentunya demi mengangkat posisi dan martabat Islam yang jauh tertinggal dari dunia barat. Di zamannya Islam berada di bawah bayang-bayang imperialisme Barat. Kondisi masyarakat muslim yang jauh dari Islam, menurutnya adalah salah satu penyebab utama kemunduran dunia Islam. Fanatisme yang masih kental kala itu, belum lagi dengan tidak adanya rasa persaudaraan di antara sesama muslim yang berkonsekwensi pada minimnya rasa solidaritas menjadikan masyarakat muslim rentan terhadap perpecahan.
B. Kiprah Perjalanan Pembaharuan Al-Afghani
Setelah membekali dirinya dengan seluruh cabang ilmu pengetahuan di Timur dan Barat (terutama Paris, Perancis), Al-Afghani mempersiapkan misinya membangkitkan Islam. Pertama-tama ia masuk ke India, negara yang sedang melintasi periode yang kritis dalam sejarahnya. Kebencian kepada kolonialisme yang telah membara dalam dadanya makin berkecamuk ketika Afghani menyaksikan India yang berada dalam tekanan Inggris. Perlawanan terjadi di seluruh India. Afghani turut ambil bagian dari periode yang genting ini, dengan bergabung dalam peperangan kemerdekaan India pada bulan Mei 1857. Namun, Afghani masih sempat pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Sepulang dari haji, Afghani pergi ke Kabul. Di kota ini ia disambut oleh penguasa Afghanistan, Dost Muhammad, yang kemudian menganugerahinya posisi penting dalam pemerintahannya. Saat itu, Dost Muhammad sedang mempertahankan kekuasaannya dengan memanfaatkan kaum cendekiawan yang didukung rakyat Afghanistan. Sayang, ketika akhirnya Dost terbunuh dan takhtanya jatuh ke tangan Sher Ali, Afghani diusir dari Kabul.
Meninggalkan Kabul, Afghani berkelana ke Hijjaz untuk melakukan ziarah. Rupanya, efek pengusiran oleh Sher Ali berdampak bagi perjalanan Afghani. Ia tidak diperbolehkan melewati jalur Hijjaz melalui Persia. Ia harus lebih dulu masuk ke India. Pada tahun 1869 Afghani masuk ke India untuk yang kedua kalinya. Ia disambut baik oleh pemerintah India, tetapi tidak diizinkan untuk bertemu dengan para pemimpin India berpengaruh yang berperan dalam revolusi India. Khawatir pengaruh Afghani akan menyebabkan pergolakan rakyat melawan pemerintah kolonial, pemerintah India mengusir Afghani dengan cara mengirimnya ke Terusan Suez yang sedang bergolak.Di Mesir Afghani melakukan kontak dengan mahasiswa Al-Azhar yang terkagum-kagum dengan wawasan dan ide-idenya. Salah seorang mahasiswa yang kemudian menjadi murid Afghani adalah Muhammad Abduh. Dari Mesir, Afghani pergi ke Istanbul untuk berdakwah. Di ibu kota Turki ini Afghani mendapat sambutan yang luar biasa. Ketika memberi ceramah di Universitas Konstantinopel, salah seorang ulama setempat, Syaikhul Islam, merasa tersaingi. Ia segera menghasut pemerintah Turki untuk mewaspadai gagasan-gagasan Afghani. Buntutnya, Afghani didepak keluar dari Turki. Pada tahun 1871.
Afghani menjejakkan kakinya di Kairo untuk yang kedua kalinya. Di Mesir Afghani melanjutkan dakwahnya yang pernah terputus dan segera mempengaruhi para mahasiswa dan ulama Al-Azhar. Pada awalnya, Jamaluddin mencoba menjauhi dari politik dengan memusatkan diri mempelajari ilmu pengetahuan dan sastra Arab. Rumahnya dijadikan tempat pertemuan para pengikutnya. Di sinilah ia memberikan kuliah dan berdiskusi dengan berbagai kalangan, termasuk intelektual muda, mahasiswa, dan tokoh-tokoh pergerakan. Salah seorang muridnya adalah Mohammad Abduh dan Saad Zaglul, pemimpin kemerdekaan Mesir. Melihat campur tangan Inggris di Mesir, Jamaluddin akhirnya kembali ke politik. Ia melihat Inggris tidak menginginkan Islam bersatu dan kuat. Jamaluddin memasuki perkumpulan Freemason, organisasi yang beranggotakan tokoh-tokoh politik Mesir. Dari sini, 1879, terbentuk partai politik bernama Hizb al-Watani (Partai Kebangsaan). Partai ini antara lain menanamkan kesadaran berbangsa, memperjuangkan pendidikan universal, dan kemerdekaan pers. Aktivitas politik Jamaluddin memberikan pengaruh besar bagi umat Islam. Ia mendorong bangkitnya gerakan berpikir sehingga Mesir mencapai kemajuan.
Seperti juga di Kabul dan India, Inggris memperlihatkan ketidaksukaannya kepada Jamaluddin. Inggris menghasut kaum teolog ortodox melawan Jamaluddin. Ini menjadi alasan Inggris mengusir Jamaluddin dari Mesir, 1879. Jamaluddin kemudian pergi ke Hyderabad Deccau (India). Di sini, ia menulis risalah yang sangat terkenal : Pembuktian Kesalahan Kaum Materialis. Risalah ini menimbulkan gejolak besar kalangan materialis.
Pada 1882, Jamaluddin ke Paris. Ia mendirikan perkumpulan al Urwatulwuthqa. Organisasi ini kemudian menerbitkan jurnal yang mengecam keras Barat. Penguasa Barat melarang jurnal ini diedarkan di negara-negara muslim karena dikhawatirkan dapat menimbulkan semangat persatuan Islam. Karena dilarang diedarkan, usia jurnal ini hanya delapan bulan. Aktivitas Jamaluddin tidak hanya di Paris, ia juga bergerak di berbagai negara Eropa. Ia berdiskusi tentang Islam di London, di antaranya dengan Lord Salisbury, yang berkuasa ketika itu. Ia pergi ke Rusia, membangun pengaruh di kalangan cendekiawan Rusia dan menjadi orang kepercayaan Tsar. Karena pengaruhnya itu, Rusia memperkenankan orang Islam mencetak Al-Qur'an dan buku-buku agama Islam, yang sebelumnya dilarang.
Pengaruh Jamaluddin juga menyebar ke Persia. Shah Nasiruddin Qachar, penguasa Persia, menawarkan posisi perdana menteri. Awalnya, Jamaluddin ragu-ragu, namun akhirnya ia menerima posisi itu. Ide-ide pembaharuan Islam, membuat Jamaluddin semakin populer di Persia. Ini mengkhawatirkan Nasiruddin, apalagi Jamaluddin terang-terangan mengkritik praktik-praktik kekuasan penguasa Persia itu. Jamaluddin, revolusioner dan antitirani itu kemudian ditangkap dan diusir, namun kesadaran rakyat telah bangkit untuk menumbangkan Nasiruddin.
Pada 1892, Jamaluddin ke Istambul, Turki, atas permintaan Sultan Abdul Hamid. Sultan ketika itu ingin memanfaatkan pengaruh Jamaluddin atas negara-negara Islam untuk menentang Eropa, yang ketika itu mendesak kedudukan Kerajaan Usmani (Ottoman) di Timur Tengah. Namun upaya Sultan itu gagal. Pada satu sisi, Jamaluddin berjuang untuk terbentuknya pemerintahan demokratis, sedangkan Nasiruddin mempertahankan kekuasaan otokrasi lama. Sultan akhirnya membatasi kegiatan-kegiatan Jamaluddin dan melarangnya ke luar Istambul. Jamaluddin wafat di Istambul, 9 Maret 1897 dalam usia 59 tahun. Sepanjang hayatnya, Jamaluddin Al-Afghani telah menulis puluhan karya tulis dan buku, antara lain : Pembahasan tentang Sesuatu yang Melemahkan Orang-orang Islam; Tipu Muslihat Orientalis, Risalah untuk Menjawab Golongan Kristen; Hilangnya Timur dan Barat; Hakikat Manusia dan Hakikat Tanah Air.
Jamaluddin melihat kemunduran umat Islam bukan karena Islam tidak sesuai dengan perubahan zaman, melainkan telah dipengaruhi oleh sifat statis, fatalis, meninggalkan akhlak yang tinggi, dan melupakan ilmu pengetahuan. Ini, menurutnya, umat Islam telah meninggalkan ajaran Islam sebenarnya. Islam menghendaki umatnya dinamis, mencintai ilmu pengetahuan, dan tidak fatalis. Sifat statis membuat umat Islam tidak berkembang dan hanya mengikuti apa yang telah menjadi ijtihad ulama sebelum mereka, dan hanya pasrah pada nasib.
Faktor lain, menurut Jamaluddin, salah paham terhadap qadla (ketentuan Tuhan yang belum terjadi) dan qadar (ketentuaan Tuhan yang sudah terjadi). Paham itu membuat umat Islam tidak mau berusaha dengan sungguh-sungguh. Jamaluddin menyebutkan, qadha dan qadar mengandung pengertian bahwa segala sesuatu terjadi menurut sebab-musabab (kausalitas). Lemahnya pendidikan dan kurangnya pengetahuan umat tentang dasar-dasar ajaran agama, lemahnya persaudaraan, perpecahan umat Islam yang diikuti pemerintahan yang absolut, mempercayakan kepemimpinan kepada yang tidak dipercaya, dan kurangnya pertahanan militer, merupakan faktor-faktor kemunduran umat Islam.
Jamaluddin menyebutkan, Islam mencakup segala aspek kehidupan, baik ibadah, hukum, dan sosial. Corak pemerintahan otokrasi harus diubah menjadi demokrasi. Persatuan umat Islam harus diwujudkan kembali. Menurutnya, kekuatan umat Islam bergantung pada keberhasilan membina persatuan dan kerja sama. Jamaluddin juga menyorot soal peran wanita. Ia menilai kaum pria dan wanita, sama dalam beberapa hal. Keduanya mempunyai akal untuk berpikir. Tidak ada halangan bagi wanita untuk bekerja jika situasi menuntut untuk itu. Jamaluddin menginginkan pria dan wanita meraih kemajuan dan bekerja sama mewujudkan Islam yang maju dan dinamis.
Jamaluddin tak hanya pandai bicara. Malang melintang ke berbagai negara ia lakukan bagi tercapainya renaisans (kebangkitan) dunia Islam. Proyeknya itu kemudian dikenal dengan "Pan Islamisme", sebuah gagasan untuk membangkitkan dan menyatukan dunia Arab khususunya, dan dunia Islam umumnya untuk melawan kolonialisme Barat, Inggris, dan Perancis khususnya yang kala itu banyak menduduki dan menjajah dunia Islam dan negara-negara berkembang. Secara umum, inti Pan-Islamisme Jamaluddin itu terletak pada ide bahwa Islam adalah satu-satunya ikatan kesatuan kaum Muslim. Jika ikatan itu diperkokoh, jika ia menjadi sumber kehidupan dan pusat loyalitas mereka, maka kekuatan solidaritas yang luar biasa akan memungkinkan pembentukan dan pemeliharaan negara Islam yang kuat dan stabil. Berbagai kalangan, seperti ditulis pakar sejarah Azyumardi Azra dalam Historiografi Islam Kontemporer, menilai ide Jamaluddin itu sebenarnya sebagai entitas politik Islam universal. Mau tak mau, ia pun bersentuhan langsung dengan para penjajah itu.
Dengan gagasannya ini, Al-Afghani mengubah Islam menjadi ideologi anti-kolonialis yang menyerukan aksi politik menentang Barat. Baginya, Islam adalah faktor yang paling esensial untuk perjuangan kaum Muslim melawan Eropa, dan Barat pada umumnya. Namun demikian, pada saat yang sama Al-Afghani juga mendukung ide semacam nasionalisme, lebih tepatnya "nasionalitas" (jinsiyyah) dan "cinta tanah air" (wathaniyyah). Sepintas, dua gagasan ini boleh jadi kontradiktif dengan gagasannya tentang Pan-Islamisme. Namun, tampaknya Jamaluddin tak ambil pusing. Baginya, bila dua 'entitas' itu dapat disatukan menjadi sebuah kekuatan besar yang dapat merubah nasib dunia Islam, mengapa tidak dicoba? Terlepas dari kekurangan, kelebihan dan sekaligus kontroversi kiprah dan pemikirannya, Jamaluddin pantas dicatat sebagai orang besar yang bersaham signifikan bagi kesadaran dan renaisans umat dan dunia Islam.
C. Konsep Politik dan Gagasan Pan-Islamisme Al-Afghani
Selama di Mesir Jamaluddin al-Afghani mengajukan konsep-konsep pembaharuanya, antara lain yang pokoknya:
a. Musuh utama adalah penjajah (Barat).
b. Ummat Islam harus menentang penjajahan dimana dan kapan saja
c.Untuk mencapai tujuan itu ummat Islam harus bersatu (Pan-Islamisme).

Pan-Islamisme bukan berarti leburnya kerajaan-kerajaan Islam menjadi satu, tetapi mereka harus mempunyai satu pandangan bersatu dalam kerjasama. Persatuan dan kerjasama merupakan sendi yang amat penting dalam Islam. Persatuan Islam hanya dapat dicapai bila berada dalam kesatuan dan kembali kepada ajaran Islam yang murni yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
Untuk mencapai usaha-usaha pembaharuan tersebut di atas:
a. Rakyat harus dibersihkan dari kepercayaan ketakhayulan.
b. Orang harus yakin bahwa ia dapat mencapai tingkat atau derajat budi luhur.
c. Rukun iman harus betul-betul menjadi pandangan hidup
d. Setiap generasi umat harus ada lapisan istimewa untuk memberikan pengajaran dan pendidikan pada manusia yang bodoh dan memerangi hawa nafsu jahat dan menegakkan disiplin.
Pengalaman yang diserap Al-Afghani selama lawatannya ke Barat menumbuhkan semangatnya untuk memajukan umat. Barat yang diperankan oleh Inggris dan Prancis mulai hndak menancapkan dominasi politiknya di dunia Islam, maka pasti akan berhadapan dengan Al-afghani. Adanya anggapan dasar yang dipegang oleh Al-Afghani menghadapi Barat seperti diungkapkan L. Stoddard yakni :
1. Dunia Kristen sekalipun mereka berbeda dalam keturunan, kebangsaan, tetapi apabila menghadapi dunia Timur (Islam) mereka bersatu untuk menghancurkannya.
2. Semangat perang Salib masih tetap berkobar, orang Kristen masih menaruh dendam. Ini terbukti umat Islam diperlakukan secara diskriminatif dengan orang Kristen.
3. Negara-negara Kristen membela agamanya. Mereka memandang Negara Islam lemah, terbelakang dan biadab. Mereka selalu berusaha menghancurkan dan menghalangi kemajuan Islam.
4. Kebencian terhadap umat Islam bukan hanya sebagian mereka, tetapi seluruhnya. Mereka terus-menerus bersembunyi dan berusaha menyembunyikannya.
5. Perasaan dan aspirasi umat Islam diejek dan difitnah oleh mereka. Istilah nasionalisme dan patriotosme di Barat, di Timur disebut fanatisme.
Menurut Al-Afghani, hal-hal tersebut di atas menuntut adanya persatuan umat Islam untuk menghadapi dunia Barat dan mempertahankannya dari keruntuhan. Disamping itu Al-Afghani melihat bahwa kondisi umat Islam sendiri memang berada dalam kemunduran yang mengkhawatirkan. Kemunduran tersebut menurutnya bukan karena ajaran Islam, tetapi oleh umat itu sendiri yang yang tidak berupaya mengubah nasibnya. Perpecahan terjadi di kalangan mereka maka pemerintahan menjadi absolut, pemimpin tidak dapat dipercaya, lemah dalam bidang militer dan ekonomi bersamaan dengan datangnya intervensi asing. Menghadapi paham fatalisme, Al-Afghani mengajak umat Islam merebut peradaban, kebudayaan, ilmu pengetahun Barat yang positif dan sesuai ajaran Islam. Dengan demikian, umat Islam akan dinamis dan tidak menerima apa adanya serta menyerukan bahwa pintu ijtihad tidak tertutup. Ia selanjutnya menegaskan bahwa dalam Islam ada kemerdekaan dan kedaulatan umat. pemerintah dapat saja dikritik dan tidak berkuasa mutlak. Al-Afghani mengajak umat, pemimpin dan kelompok agar bersatu dan bekejasama dalam meraih kemajuan dan membebaskan diri dari itervensi Barat.
Untuk tujuan di atas, Al-Afghani mencetuskan ide Pan Islamisme. Semangat ini dikobarkan ke seluruh negeri Islam yang tengah berada dalam kemunduran dan dominasi Barat. Pan Islamisme (Al-jami’iyyah Al-Islamiyyah) ialah rasa solidaritas seluruh umat Islam. Solidaristas seperti itu sudah ada dan diajarkan sejak Nabi SAW, baik dalam menghadapi kafir Quraisy ataupun dalam kegiatan-kegiatan sebagai upaya menciptakan kesejahteraan umat. Semangat pan Islamisme yang diserukan Al-Afghani memberikan pengaruh besar di kalangan umat terutama bagi para pemimpinnya. Hal ini kemudian menyadarkan mereka akan besarnya ancaman Barat. Sultan Abdul Hamid dari Kerajaan Turki Usmani misalnya menyambut dengan penuh antusias. Ia mendirikan organisasi seruan Pan-Islamisme mengutus banyak orang ke berbagai negeri Islam dengan pesan agar umat Islam bersatu dan melepaskan diri dari pemerintahan Barat. Hal ini dilakukan oleh Sultan selama 30 tahun. Seruan Pan-Islamisme menghasilkan pengaruh yang sangat besar dan mendalam. Di berbagai negeri muslim telah lahir tokoh-tokoh di kalangan umat yang berjuang menuntut kemerdekaan dari penjajah Barat, seperti Abdul Hamid di Turki, Muhamamd Abduh dan Saad Zaghlul di Mesir serta tokoh lainnya.



BAB III
ANALISIS SWOT
1. KEKUATAN
Jamaludin seorang revolusioner yang antitirani, adapun kekuatannya adalah :
1. Tokoh Pan Islamisme.
2. Semangat pan Islamisme yang diserukan Al-Afghani memberikan pengaruh besar di kalangan umat Islam terutama bagi para pemimpinnya.
3. Al afgani berideologi Qadariah.
4. Penggagas usaha-usaha / ide-ide pembaharuan.
5. Bapak Pembaharuan Islam.

2. KELEMAHAN
1. Afghani sangat moderat dengan mengakomodasi ide-ide yang datang dari Barat. Alhasil Afghani memijakkan kedua kakinya di dua sisi berbeda, ia seorang modernis tapi juga fundamentalis.
2. Al-Afghani juga mendukung ide semacam nasionalisme, lebih tepatnya "nasionalitas" (jinsiyyah) dan "cinta tanah air" (wathaniyyah). Sepintas, dua gagasan ini boleh jadi kontradiktif tentang Pan-Islamisme.
3. PELUANG
a. Eksistensi umat Islam dimata dunia Barat.
b. Inti Pan-Islamisme Jamaluddin itu terletak pada ide bahwa Islam adalah satu-satunya ikatan kesatuan kaum Muslim. Jika ikatan itu diperkokoh, maka ia menjadi sumber kehidupan dan pusat loyalitas mereka, maka kekuatan solidaritas yang luar biasa akan memungkinkan pembentukan dan pemeliharaan negara Islam yang kuat dan stabil.
c. Membuka pemikiran baru tokoh-tokoh pemikir Islam.
d. Memperkokoh persatuan dan kesatuan umat Islam melalui Pan Islamisme.
e. Pengaruh perkembangan pembangunan (ekonomi, politik, budaya, pendidikan, ideology) begitu signifikan dinegara-negara yang pernah disinggahinya.


4. KEKUATAN UNTUK MEMANFAATKAN PELUANG
a. Seruan Pan-Islamisme menghasilkan pengaruh yang sangat besar dan mendalam. Di berbagai negeri muslim telah lahir tokoh-tokoh di kalangan umat yang berjuang menuntut kemerdekaan dari penjajah Barat.
b. Rumahnya dijadikan tempat pertemuan para pengikutnya. Ia memberikan kuliah dan berdiskusi dengan berbagai kalangan, termasuk intelektual muda, mahasiswa, dan tokoh-tokoh pergerakan. Salah seorang muridnya adalah Mohammad Abduh dan Saad Zaglul, pemimpin kemerdekaan Mesir.
c. Al-Afghani dikenal sebagai orang yang menghabiskan hidupnya hanya demi kemajuan islam. Ia rela beranjak dari suatu negara ke negara lainnya demi menyuarakan pemikiran-pemikiran revolusionernya, tentunya demi mengangkat posisi dan martabat Islam yang jauh tertinggal dari dunia barat.






5. TANGGGULANGI KELEMAHAN UNTUK MEMANFAATKAN PELUANG

a. Karya tulis dan buku Al afgani, antara lain : Pembahasan tentang Sesuatu yang Melemahkan Orang-orang Islam; Tipu Muslihat Orientalis, Risalah untuk Menjawab Golongan Kristen; Hilangnya Timur dan Barat; Hakikat Manusia dan Hakikat Tanah Air, Pembuktian Kesalahan Kaum Materialis.
b. Aktivitas politik Jamaluddin memberikan pengaruh besar bagi umat Islam. Ia mendorong bangkitnya gerakan berpikir sehingga beberapa Negara muslim mencapai kemajuan.
c. Ia menegaskan bahwa dalam Islam ada kemerdekaan dan kedaulatan umat. Pemerintah dapat dikritik dan tidak berkuasa mutlak.
d. Al-Afghani mengajak umat, pemimpin dan kelompok agar bersatu dan bekejasama dalam meraih kemajuan dan membebaskan diri dari itervensi Barat.










BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian isi makalah ini, maka pemakalah dapat menyimpulkan bahwa pemikiran yang dimiliki oleh Jamaluddin al-Afghani tentang konsepnya yaitu Pan-Islamisme. Mulanya adalah karena dia telah melihat ketidakadilan dan juga adanya para penjajah yang telah membuat risau masyarakat india pada waktu itu. Nah? Dalam kesempatan itu Jamaluddin ini mulai terang-terangan mengancam keras tindakan yang dilakukan oleh penjajahan Barat. Setelah itu Jamaluddin akhirnya berhasil mengusir penjajah barat karena berkat atas prakarsanya yaitu model pemikirannya yang membuat heboh rakyat India pada waktu itu. Oleh karena itu Jamaluddin dijuluki sebagai Bapak Pembaharuan.
Demikianlah ulasan mengenai tokoh pemikir Islam di Abad Modern. Banyak sekali tokoh-tokoh yang sepadan dengan Jamaluddin al-Afghani, namun caranya yang berbeda-beda dalam penerapannya.Jamaluddin al-Afghani merupakan figur besar dalam dunia Muslim. Penekanannya pada Islam merupakan kekuatan yang sangat penting untuk menangkal Barat dan untuk meningkatkan solidaritas kaum Muslim.

B. Saran.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini terdapat kekurangan baik isi maupun materi dalam pembahasan, untuk itu Penulis mohon kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun demi kesempurnaan penulisan ini.


DAFTAR PUSTAKA
Antony Black, Pemikiran Politik Islam, (Jakarta: Serambi, 2006)

Akhmad Taufik dkk, Sejarah Pemikiran dan Modernisme Islam, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2005)
Muhammad Al-Bahiy, Pemikiran Islam Modern, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1986.
Munawir Sjadzali, ISLAM DAN TATA NEGARA ajaran, sejarah dan pemikiran, (Jakarta: UI-Press, 1993)
Hery Sucipto, Ensiklopedi Tokoh Islam, dari Abu Bakar hingga Nasr dan Qardawi, (Jakarta: PT. MIZAN Publika, 2003)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar