PEMBUKA

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM

Kamis, 11 November 2010

perkembangan masa anak

BAB I

PENDAHULUAN




Untuk mendapatkan gambaran secukupnya tentang apakah yang akan dibahas didalam makalah ini. Dalam pembahasan ini ada pembagian masa, yaitu:
I. Masa Kanak-Kanak yaitu sejak lahir sampai 5 tahun.
II. Masa Anak, yaitu umur 6 sampai 12 tahun.
III. Masa Pubertas, yaitu umur 13 sampai 18 ( putri ), umur 13 sampai 22 tahun ( putra ).
IV. Masa Adolesen, masa transisi kemasa dewasa.
Sesudah pembagian atas tiga itu, masing-masing masih dibagi lagi atas alas an yang tertentu, berdasar tanda atau ciri-ciri yang mudah dilihat dari luar, dengan pengertian bahwa yang nampak dari luar itu adalah pencerminan jiwa, kecuali masa adolesen yang tidak diadakan pembagian.
Sejarah singkat Psikologi anak :
a. Kedudukan dan tugas psokologi anak, dalam sistematika psikologi.
b. Manfaatnya bagi pendidikan pada umumnya.
c. Fase-fase perkembangan.
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia.
Maksudnya tiada lain adalah untuk memberikan gambaran umum yang sepantasnya dimiliki oleh pembaca sebelum sampai ke masalah yang lebih luas, seperti halnya untuk sampai ke masalah pokok, pembaca perlu memiliki minat, interes dan keinginan sebagai hasil rangsangan dari isi pendahuluan.

BAB II
PSIKOLOGI PERKEMBANGAN MASA ANAK

A. SEJARAH ILMU JIWA ANAK.
Sudah sejak zaman dahulu, manusia berusaha menguasai alam, termasuk didalamnya usaha menguasai ilmu pengetahuan. Tapi baru pada akhir-akhir ini, kehidupan anak sebagai anak yang memiliki kehidupan yang tersendiri diperhatikan.
Misalnya di Yunani dan Romawi Kuno, tetapi belum memandang anak sebagaimana seharusnya. Pada waktu itu belum ada keinsafan bahwa untuk pendidikan anak, diperlukan lebih dahulu pengetahuan tentang seluk beluk kehidupan anak, apalagi kehidupan jiwanya. Pada waktu itu anak dipandang sebagai manusia dewasa biasa dalam bentuk ukuran atau format yang serba kecil. Belum diketahui bahwasanya untuk anak, diperlukan jenis makanan yang tersendiri dengan pakaian yang corak dan potongannya tersendiri, sesuai dengan sifat, keadaan dan kehidupan anak.
Baru pada abad XVII, JOHAN AMOS COMENIUS dipandang sebagai pendidik yang pertama yang tidak mengabaikan sifat khas daripada anak. Ia berfikir, bahwa anak tidak boleh dipandang sebagai orang dewasa dalam bentuk kecil. Karena itu sebagai pengajaran tentang hal-hal yang abstrak harus lebih dahulu bermula dari hal-hal yang konkrit ( dalam bukunya DIDATICA MAGNA ).
Tetapi pada mas ini orang belum berusaha mempelajari atau menyelidiki kehidupan anak, meskipun PASCAL sudah berpendapat bahwa kehidupan manusia itu baru mulai jika akal sudah cukup berkembang dan SPINOZA mengatakan bahwa hidup sebagai anak pada masa itu adalah suatu kemalangan, karena harus memikul beban-beban tertentu yang tidak sesuai dengan kehidupannya.
Pada abad XVIII, yang terkenal sebagai abad Rationalis, JEAN JAQUES ROUSSEAU yang dipandang sebagai orang yang pertama kali menanggapi dan memperdengarkan protes terhadap perlakuan anak pada waktu itu.
Ia mengalami sendiri betapa sengsaranya nasib seorang anak yang tak terpelihara, dengan tegas ia menuntut pengakuan hak atas kehidupan anak sebagai anak. Ia melukiskan secara ringkas perkembangan seorang anak.
FRIEDRICH FROBEL adalah pendiri KINDER GARDEN. WILHELM PREYER, penulis buku “De Seele des Kinder”. Yang berisi perkembangan anak sejak embrio sampai 3 tahun. Yang diobservir tentang gerak-gerik, perkembangan jasmani, daya mengingat dan perkembangan bahasanya. Dipergunakan pula olehnya metode eksperimen, dan dialah Bapak Psikologi anak.

Pada abad XIX, sebagai akibat langsung daripada perkembangan ilmu jiwa, mulai timbul bermacam-macam aliran dalam ilmu jiwa anak.
1. WILLIAM STERN : penulis buku “psycologie der fruhen kindheit” ( bercorak kepribadian )
2. KARL BUHLER, mewakili ilmu jiwa berfikir dalam hal ilmu jiwa anak.
3. K.KOFFKA, mewakili ilmu jiwa Gestalt.
Dari pertentangan ini menyebabkan para ahli mengadakan penyelidikan-penyelidikan lebih lanjut, dan timbullah mazhab-mazhab dalam ilmu jiwa. Antara lain mazhab Berlin tokohnya KOFFKA, mazhab Wurzburg tokohnya OSWALD KUPLE, , mazhab Leipzig tokohnya KRUGER.
Dengan tumbuhnya mazhab-mazhab ini, makin suburlah perkembangan Psikologi pada umumnya dan Psikologi anak pada khususnya, yang dengan demikian tulisan-tulisan tentang Psikologi anak mulai membanjir dimana-mana.


B. KEDUDUKAN DAN TUGAS PSIKOLOGI ANAK.
Dalam pembagian ( teoritis ) psikologi pada umumnya, dibedakan atas psikologi umum dan khusus. Psikologi umum adalah psikologi yang mempelajari orang sudah dewasa, yang sehat, dan sudah beradab. Semua psokologi yang berada diluar norma tersebut dipelajari dalam psikologi Khusus.
Psikologi Khusus mencakup :
• Psikologi perkembangan.
• Psikologi pendidikan.
• Psikologi perusahaan.
• Psikologi pengobatan.
• Psikologi abnormal, dan sebagainya.
Yang termasuk psikologi perkembangan adalah :
• Psikologi kanak-kanak : dari lahir sampai umur 5 tahun.
• Psikologi anak : umur 6 sampai 12 tahun.
• Psikologi pemuda : umur 12 sampai 20 tahun.
• Psikologi adolessen ( psikologi umum ).
Jadi dengan melihat perkembangan itu, maka pengertian psikologi anak adalah :
Psikologi perkembangan, yang secara khusus mempelajari tingkah laku anak.
Masa anak adalah : pada waktu anak berumur 6 sampai 12 tahun.
Dipelajari secara khusus tentu saja oleh karena adanya ciri-ciri khas dalam masa itu, yang berlainan dengan sifat atau ciri-ciri sebelum dan sesudahnya. Justru adanya sifat-sifat khusus inilah maka diadakan penelitian methodis secara khusus pula.

Disamping adanya masa peralihan dari fase yang satu ke yang lain, yang merupakan masa peralihan dari masa sebelumnya. Jadi tugas Psikologi Anak adalah : mempelajari ciri-ciri khusus yang terdapat diantara masa kanak-kanak dan masa pemuda, karena masa anak merupakan masa peralihan dari kedua masa tersebut.


C. MANFAAT PSIKOLOGI ANAK BAGI PENDIDIKAN.
Dalam membicarakan sejarah Psikologi anak kita ketahui bahwa ada 3 manfaat orang mempelajari Psikologi Anak, yaitui :
a. Psikologi anak dipelajari demi perkembangan ilmu itu sendiri.
b. Psikologi Anak dipelajari guna pengobatan.
c. Psikologi Anak dipelajari dalam hubungan dengan pendidikan.
Dalam hal yang terakhir inilah manfaat terbesar yang dapat disumbangkan oleh Psokologi anak. Pada tokoh FROBEL di Jerman, Maria Montessori di Amerika. Mereka mendasarkan teori Psikologi Anak pada masanya sendiri-sendiri dalam memberikan pendidikan dan pengajaran di taman kanak-kanak mereka masing-masing, sekalipun perbedaan pendapat tentu saja ada.
LANGEVELD, telah mengumumkan hal-hal yang layak diindahkan dalam menggunakannya, antara lain:
1. bahwa perkembangan anak dipengaruhi lingkungannya sendiri.
2. usaha mendidik anak, belum ada yang sempurna, yaitu mengembangkan segala kemampuan positif yang ada pada anak.
3. dalam mendidik anak, pendidiklah yang bertanggungjawab , karena itu dialah yang harus merumuskan segala sesuatunya.
Untuk ketiga hal inilah maka pengetahuan tentang psikologi anak sangat diperlukan, agar dapat membantu perkembangan anak itu dapat tercapai sebaik-baiknya, tanpa terjadi ekses-ekses kurang baik, yang tidak diharapkan. Sebagai contoh konkrit, yaitu dalam pemberian bahan pelajaran. Dalam umur berapakah anak harus baru dimulai belajar sejarah, ilmu bumi, fisika, soal, dsb. Sejak kapankah anak dapat belajar menggambar benda, menggambar binatang, , menggambar pemandangan, dsb.
Segala sesuatu adalah agar anak tersebut dengan rasa senang dan bukan harus berbuat dengan rasa terpaksa, yang tentu saja hal itu akan mengundang frustasi bagi anak.
Atas alasan itu pulalah mengapa psikologi anak disebut juga lebih tegas : PSIKOLOGI ANAK SEKOLAH. Yaitu suatu masa yang menilik gejala-gejalanya yang ada, telah masak untuk belajar di sekolah.

Dengan meneliti tingkah laku anak sebagai gejala kehidupan jiwanya, akan ditentukan sikap antara lain :
• Apakah ia dapat dimasukkan ke sekolah umum ataukah harus kesekolah luar biasa.
• Apakah ia masih memerlukan perhatian yang khusus ataukah tidak memerlukan lagi.
• Jenis-jenis pelajaran yang mana yang harusnya sudah dimulai, yang belum boleh dan seterusnya.
Tindakan tepat inilah yang sangat penting agar guru benar-benar berfungsi sebagai penolong anak

E. FASE-FASE PERKEMBANGAN ANAK.
Tentang pembagian fase-fase perkembangan anak, tiap-tiap penulis mengajukan pendapat dengan argumentasinya sendiri-sendiri, menurut kepentingannya sendiri-sendiri, dan meletakkan titik berat sesuai dengan teorinya sendiri-sendiri pula.
Hal kedua yang menyebabkan kesukaran dalam usaha menghubungkan antara batas umur dan kecakapan anak, sebab perkembangan anak ini kecuali dipengaruhi oleh factor-faktor intern, juga mereka (anak-anak) itu memperoleh pengaruh dari luar, sehingga sukar untuk mencapai kesepakatan untuk menghubungkan antara kedua hal diatas.
Dalam hal ini, J. BYL mengetengahkan pendapatnya, sebagai berikut :
1. Fase orok.
2. Fase tetek ( 0 sampai 2 tahun ).
3. Fase pencoba ( 1 sampai 4 tahun ).
4. Fase penentang I ( 3 sampai 4 tahun ).
5. Fase bermain ( 4 sampai 7 tahun ).
6. Fase anak sekolah ( 7 sampai 12 tahun ).
7. Fase pueral ( 11 sampai 14 tahun untuk putri, 11 sampai 15 tahun untuk putra ).
8. Fase pubertas ( 15 sampai 18 tahun untuk putri, 18 sampai 24 tahun untuk putra ) ( Fase penentang II ).
Dalam pembagian ini, fase anak sekolah, bila anak sekolah berumur 4 tahun mulai belajar atau bermain di taman kanak-kanak, dan tamat SD pada umur 12 tahun, maka masa anak sekolah meliputi fase bermain dan fase anak sekolah.
Pendapat Aristoteles :
Ia menggambarkan perkembangan anak lahir sampai dewasa dalam 3 periode :
1. 0 sampai 7 tahun : masa anak kecil – masa bermain.
2. 7 sampai 14 tahun : masa anak – masa belajar.
3. 14 sampai 21 tahun : masa pubertas – masa menuju dewasa..


Pendapat Kretshmer :
Ia membagi perkembangan anak sejak lahir sampai dewasa, kedalam 4 periode :
1. 0 sampai 3 tahun : disebut fullungs periode I, dalam periode ini badan anak gemuk.
2. 3 sampai 7 tahun : disebut strokings periode I, dalam periode ini badan anak melangsing.
3. 7 sampai 13 tahun : disebut fullungs periode II, dalam periode ini badan anak nampak gemuk tapi memendek.
4. 13 sampai 20 tahun : disebut strokings periode II, dalam periode ini badan anak langsing lagi.

Pendapat M. Montessori.
Ia membagi perkembangan anak sejak lahir sampai meninggal atas 4 periode :
1. 0 sampai 7 tahun disebut periode penerimaan dan pengaturan luar dengan alat indera.
2. 7 sampai 12 tahun disebut periode rencana abstrak. Pada masa ini anak mulai mengenal kesusilaan.
3. 12 sampai 18 tahun disebut periode penemuan diri dan kepekaan masa social.
4. 18 sampai …… disebut periode mempertahankan diri terhadap perbuatan-perbuatan negative.
Didalam bukunya yang berjudul : ilmu jiwa anak dan masa muda, SIS HEYSTER, membagi masa 9 tahun ini menjadi stadium sebagai berikut :
1. Stadium I : 4 sampai 8 tahun.
2. Stadium II : 8 sampai 10 tahun.
3. Stadium III: 10 sampai 12 tahun.
Stadium pertama, disebut realisme fantastis, setelah anak selesai dengan sifat serba menentang yang I, ia mulai melepaskan diri dari lingkungan keluarga. Ia mulai mengenal perbedaan antara dirinya dengan orang lain dan antara dirinya dengan benda-benda di sekitarnya, ia tidak lagi besikap antropoformis. Ia mulai berani menghadapi realita. Sifat egosentrisnya berangsur-angsur berkurang.
Orang dewasa sering kagum melihat banyaknya pengetahuan yang dimiliki anak tentang dunia kenyataan dalam stadium I ini. Dunia pengetahuan ini luar biasa, baik corak maupun ragamnya, sekalipun kurang teliti dan kurang lengkap. Hal ini tidak perlu kita heran, sebab mereka memenuhi kebutuhan jiwanya itu mempergunakan permainan dan fantasinya. Dari sinilah sumbernya, mengapa anak sering berdusta ( dusta anak ). Ia sering menceritakan sesuatu hasil fantasinya sebagai suatu kenyataan, sekalipun sebenarnya ia tidak bermaksud membohong, melainkan oleh karena ia belum teliti membedakan antara kenyataan dan hasil fantasinya. Tentu saja dusta anak ini berbeda dengan dusta yang dilakukan oleh anak yang selalu dipuji teman-temannya, hingga ia berfantasi untuk lebih menonjolkan dirinya.
Dusta anak mulai berkurang pada umur 6 tahun, karena batas antara kenyataan dan fantasi mulai jelas dan benar, kini anak berada dalam alam kenyataan. Pada saat inilah anak disebut berada dalam masa matang untuk bersekolah. Yaitu umur 6 tahun, ia mulai belajar di SD.
Sekalipun belum sepenuhnya anak berada dalam dunia realisme, namun mereka dalam kecendrungan untuk masuk kearah itu dan ini memungkinkan ia untuk dibentuk, dengan pengajaran yang masih menyerupai pengajaran ditaman kanak-kanak, dengan memperluas daerah dan macam ragam isinya, yaitu dalam bentuk belajar sambil bermain.


Stadium kedua ( Realisme naïf ).
Peralihan dari stadium pertama dan stadium kedua, dipercepat dengan adanya kesadaran bekerja, oleh karena titik berat berpindah dari alam fantasi ke realisme. Karena itu stadium kedua itu disebut stadium realisme naïf.
Ciri stadium ini ialah keserasian bersekolah yang lebih besar seperti nampak pada murid-murid kelas 2. ia lebih mudah dan lebih giat mengikuti pelajaran. Dengan sendirinya ia mencurahkan perhatiannya kepada hal-hal yang dibutuhkan akalnya.
Kalau dahulu anak dikuasai oleh fantasi yang mensinthesa, sekarang ia bekerja dengan analisa obyektif. Lapangan dunia realisme bertambah luas dan fantasinya bertambah sempit. Perbendaharaan pengetahuannya bertambah luas sekalipun masih dangkal. Sebelah kakinya sudah berada di SD tetapi yang sebelah lagi masih lagi di taman kanak-kanak. Ia masih merasa asing terhadap kesungguhan belajar di SD. Belum ada reaksi spontan terhadap bahan pelajaran di SD, juga terhadap nilai-nilai hasil belajarnya. Kita melihat bahwa mereka masih sama senangnya mendapat nilai 6 atau 9, bahkan 4 atau 7.
Baru setelah di kelas 2, mereka menempatkan kedua kakinya di SD. Ia mulai mencurahkan perhatiannya kepada hal-hal yang membutuhkan akalnya. Ia mulai dapat membedakan arti nilai-nilai hasil belajarnya, ia mulai mengerti bekerja dengan sungguh-sungguh.
Nilai ini bukan hanya masalah adanya proses penyesuaian diri dengan situasi yang baru, melainkan oleh karena terjadinya konstelasi baru pada pribadi anak. Perubahan ini tidak akan terjadi dengan latihan-latihan selama setahun.
Selama ini fantasi anak mensinthesa. Artinya fantasi yang selama ini mengacaukan dan menyatu padukan hasil-hasil khayal dan kenyataan kini berganti dengan analisa obyektif. Dunia kenyataannya mulai meluas dan fantasinya mulai menyempit baik mengenai waktu. Benda-benda disekitar dengan sangkut pautnya makin lama makin menarik perhatiannya.
Pengetahuannya tentang bermacam hal bertambah pesat, tetapi pengetahuan yang berdasar pengalaman itu pada sekitar umur 8 sampai 10 tahun masih sempit dangkal dan bersifat naïf.
Hal-hal yang diketahuinya masih terpisah-pisah. Belum tersusun sebagai suatu kesatuan yang bulat. Ia hanya sekedar mengenal dan belum mengetahui keterangan-keterangan dan sangkut pautnya dan kalau ia mencoba memberi keterangan yang diberikan hanya sekedar hubungan antara : kalau -----, maka------.
Misalnya : kalau awan bertambah gelap, maka hari akan hujan. Jadi ia baru dapat memberi keterangan berdasar pengalamannya, belum berdasar adanya hukum yang berlaku, atau belum berasal dari hasil proses berfikir sianak. Karena pada masa ini, mereka berada dalam keadaan serba ingin tahu, maka mereka selalu aktif dan mereka ini adalah murid-murid yang menyenangkan. Ia adalah anak yang teliti, senang menyelidiki, dan memproduksi tanggapannya dengan baik terhadap sesuatu yang telah diamati. Inilah sebabnya mengapa pada peristiwa-peristiwa yang penting ( tubrukan, pembangunan/perombakan rumah, kecelakaan, dsb), banyak sekali anak-anak sekitar 8 sampai 10 tahun tersebut mengerumuninya. Juga inilah sebabnya mengapa anak sekitar umur itu sering terlambat sampai di sekolah atau di rumah.

Stadium ketiga, ( Realisme refleksif ).
Sikap anak terhadap dunia kenyataan bertambah intelektualis artinya ia mulai berfikir terhadap realita. Ia mulai mereaksi secara kritis terhadap realita. Keterangan-keterangan guru dan orangtua, tidak hanya ditelan mentah-mentah, melainkan mulai dipertimbangkan. Hubungan antara : kalau dan maka, makin mendalam. Keterangan berdasar hasil proses berfikir, sekalipun masih sederhana. Adanya perubahan ini kadang-kadang menyebabkan nilai hasil belajar anak menurun.
Pada saat ini anak-anak lebih senang berada dialam bebas daripada di sebuah gedung dibatasi oleh pagar-pagar. Anak-anak sekitar kelas 4 dan 5 senang sekali berdarmawisata atau bermain-main di halaman sekolah, atau menggambar pemandangan diluar kelas. Lebih dari itu, anak laki-laki pada masa ini lebih senang permainan-permainan yang memberi kemungkinan-kemungkinan untuk berjago-jagoan. Dalam permainan ini mereka hidup segiat-giatnya, baik jasmani maupun rohani.
Para ahli ilmu jiwa dalam mengamati perkembangan anak, melihat seakan-akan ada aturan-aturan tertentu sehingga cendrung mengatakan aturan-aturan itu sebagai suatu hukum.
Hokum-hukum itu antara lain :
1. Hukum tempo perkembangan : artinya, tiap anak mempunyai tempo, waktu atau saat yang berlainan pada fase yang satu dengan fase yang lain.
2. Hukum irama : artinya, anak yang sedang berkembang itu memiliki iramanya sendiri-sendiri. Anak yang satu menjalani fase perkembangan dengan lambat, dengan cepat ataupun kadang-kadang berhenti. Dan ini berlainan antara yang satu dengan yang lain.
3. Hukum convergensi : artinya, dalam perkembangannya selalu terjadi dari factor ajar dan dasar, factor indogeen dan exogeen, factor intern dan ekstern, factor internal dan eksternal, factor dalam dan luar, factor lingkungan dan pembawaan.
4. Hukum masa peka : artinya, dalam mengalami perkembangan tentang sesuatu, selalu sampai puncaknya pada masa peka. Yaitu suatu masa yang menunjukkan adanya keistimewaan dibandingkan dengan masa-masa yang lain.
5. Hukum kesatuan organis : artinya, dalam mengalami perkembangan itu, yang berkembang adalah seluruh pribadi anak secara psikho fisis dan sosio individual.
6. Hukum predistinasi : artinya, dalam mengalami perkembangan itu adalah oleh karena kehendak kodrat, karena kehendak Tuhan Yang Maha Esa. Perkembangan itu tidak dapat dihentikan, dipercepat atau diperlambat.



F. APA YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN MANUSIA ?
Sesudah membicarakan fase-fase perkembangan anak seperti diatas, kiranya perlu pula difikirkan apakah yang mempengaruhi atau ikut serta membentuk pribadi manusia ?
Untuk pertanyaan itu kita ingat teori konvergensi atau teori perpaduan yang diajukan oleh WILLIAM STERN. Disebut teori perpaduan, karena teori ini berusaha memadukan dua teori yang masing-masing bersifat ekstrim.
Yaitu teori SCHOPEN HOUWER yang berpendapat bahwa yang membentuk pribadi seseorang adalah factor-faktor dalam. Demikian pula dengan JEAN JAQUES ROUSSEAU, berpendapat bahwa yang membentuk pribadi manusia adalah factor dalam. Yaitu factor-faktor yang telah dibawa oleh anak sejak lahir. ROUSSEAU terkenal dengan ucapannya : KEMBALIKANLAH KE ALAM. Segala sesuatu yang suci dari tangan pencipta, rusak ditangan manusian. Lain halnya dengan pendapat JOHN LOCKE yang terkenal dengan teori Tabularasa. Menurut toeri ini, factor dari luar lebih menentukan daripada factor dalam.
STERN berpendapat bahwa pribadi manusia dibentuk oleh kedua factor tersebut. Factor dari dalam dan luar. Factor-faktor itu oleh KI HAJAR DEWANTARA disebut factor ajar dan dasar. Ada juga yang mengatakan factor pembawaan dan factor lingkungan.
Factor dalam terdiri atas factor rohaniah dan factor jasmaniah. Factor rohaniah ini meliputi : fikiran, kehendak, perasaan, fantasi dan sebagainya. Factor jasmaniah, terdiri atas bagian-bagian luar dan bagian-bagian dalam. Yang bagian dalam meliputi: jantung, paru-paru, usus, perut besar dan sebagainya. Sedang yang bagian luar meliputi kepala, leher, dada, bahu, tangan, kaki, dan sebagainya.
Factor ekstern, dibedakan atas factor social dan factor non social. Factor social, meliputi keluarga, sekolah dan masyarakat, ketiga kelompok social inilah yang oleh KI HAJAR DEWANTARA disebut TRI PUSAT PENDIDIKAN. Sedang factor non social dibedakan atas yang hidup ( organis ) dan yang tidak hidup ( anorganis ).
Factor yang hidup dibedakan atas dua macam lagi yaitu yang bergerak dan yang tidak bergerak. Yang bergerak itu binatang, yang tiak bergerak yaitu tumbuh-tumbuhan. Sedang factor yang tidak hidup, dibedakan : yang berwujud dan tidak berwujud. Yang berwujud dibedakan atas yang tetap dan yang berubah. Yang tetap adalah iklim sedang yang berubah adalah musim.
Yang berwujud, dibedakan lagi atas benda-benda alam dan bahan-bahan budaya. Benda-benda alam, antara lain : gunung-gunung, lembah-lembah, pantai dan sebagainya. Bahan-bahan budaya, dibedakan atas bahan budaya materiil dan bahan budaya spiritual. Bahan budaya materiil misalnya gedung-gedung, rumah-rumah, perahu, gamelan, dsb.
Sedang bahan budaya spiritual antara lain : bahasa, lagu, undang-undang, dsb.
Factor-faktor luar inilah, yang biasanya disebut lingkungan atau milieu.
Jadi perkembangan pribadi manusia dipengaruhi oleh diri manusia itu sendiri dan milieunya. Karena itu ada seorang ahli yang mengatakan :
“ You can take a boy out off the country, but you can’t take a country out off the boy”.
JEAN YOUAREZ, dalam hal ini gemar sekali mensitir pepatah Belanda :
“ men kan niet onderwyzer wat men wil “
“ men kan niet onderwyzer wat men weet “.
“men kan niet onderwyzer wat men is “.
Teori konvergensi STERN inilah yang memberikan inspirasi kepada KI HAJAR sampai kepada teori TRIKON nya yaitu :
1. Konvergensi : yang berarti pendidikan akan berhasil baik bila ada paduan antara factor ajar dan dasar.
2. Kontinue : yang berarti pendidikan adalah usaha melanjutkan kelangsungan hidup manusia.
3. Konsentris : yang berarti pendidikan akan berhasil baik bila berpusat kepada kebudayaan bangsanya sendiri.

BAB III
PENUTUP


A. KESIMPULAN.
Dapat disimpulkan bahwa :
Anak perlu dijaga dengan sebaik-baik mungkin, karena pada masa-masa inilah awal pembentukan dirinya kedepan. Kemudian makan dan minumnya pun harus diperhatikan, gizi yang cukup, istirahat, dan kasih sayang.
Pada usia sekolah saat anak berumur 6 atau 7 tahun untuk di SD, dikhawatirkan akan hilang masa peka nya.
perkembangan pribadi manusia dipengaruhi oleh diri manusia itu sendiri dan milieunya. Karena itu ada seorang ahli yang mengatakan :
“ You can take a boy out off the country, but you can’t take a country out off the boy”.
Toeri KI HAJAR DEWANTARA yaitu :
1. Konvergensi : yang berarti pendidikan akan berhasil baik bila ada paduan antara factor ajar dan dasar.
2. Kontinue : yang berarti pendidikan adalah usaha melanjutkan kelangsungan hidup manusia.
3. Konsentris : yang berarti pendidikan akan berhasil baik bila berpusat kepada kebudayaan bangsanya sendiri.


B. SARAN.
Pendidikan itu sangat penting bagi kehidupan manusia di dunia ini. Kemudian Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini banyak kesalahan disana-sini, kepada para pembaca penulis mengharapkan saran dan kritikannya.


DAFTAR PUSTAKA

Drs. AGUS SUJANTO

PSOKOLOGI PERKEMBANGAN.
OLEH AKSARA BARU ANGGOTA IKAPI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar